PT Yakult Indonesia Persada gelar “Seminar Ilmiah Shokuiku: Nutrisi dan Edukasi” yang digelar di The Westin Hotel Jakarta, Kamis, 13 Februari 2025. Seminar yang dihadiri oleh lebih dari 150 partisipan lembaga pemerintah, kementerian, pelaku pendidikan, hingga jurnalis. Ini merupakan bentuk kepedulian Yakult Indonesia guna menyukseskan Indonesia Emas 2045 melalui program pemerintah, salah satunya Makan Bergizi Gratis (MBG).
Shokuiku merupakan konsep pendidikan pangan asal Jepang yang menekankan pada pola makan gizi seimbang yang sehat.
Menurut Presiden Direktur Yakult Indonesia, Bpk. Hiroshi Kawaguchi, seminar ini diharapkan dapat membantu masyarakat di Indonesia terutama ibu hamil dan anak-anak mendapatkan edukasi mengenai makanan bergizi serta terdorong untuk mengonsumsinya.

“Yakult ingin berkontribusi dalam menyebarkan gagasan Shokuiku di Indonesia agar semakin banyak masyarakat yang paham akan gizi,” ucap Bpk. Kawaguchi dalam sambutan.
Sama halnya dengan MBG, implementasi shokuiku di Jepang juga diterapkan dalam bentuk makan siang di sekolah-sekolah. Program pemberian makan siang di Jepang sering kali dianggap sebagai salah satu faktor meningkatnya angka harapan hidup masyarakatnya dari waktu ke waktu.
Menurut salah satu narasumber, pakar dari Kanagawa Institute of Technology Jepang, Profesor Naomi Aiba, sekitar 1,9 miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami kelebihan berat badan, sementara 462 juta lainnya mengalami kekurangan berat badan.

Selain itu, sebanyak 41 juta anak mengalami kelebihan berat badan, sedangkan 52 juta anak mengalami kekurangan berat badan.
“Situasi ini terjadi bukan hanya di sebagian besar negara, tetapi di seluruh dunia. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan sebuah program, kebijakan, dan intervensi terhadap gizi yang komprehensif,” tegasnya.
Melalui shokuiku, kebiasaan makan yang baik diajarkan dan dipraktikkan oleh guru-guru yang bertindak sekaligus sebagai ahli gizi berlisensi. Guru akan bekerja sama dengan orangtua untuk mengedukasikan pendidikan pangan di lingkungan keluarga, sehingga orangtua dapat menerapkan shokuiku di rumah tangga.
Shokuiku juga mengajarkan anak untuk tidak pilih-pilih makanan yang dihidangkan. Hal ini merujuk pada banyak sekali anak di usia taman kanak-kanak yang tidak suka makanan tertentu, contohnya sayuran.

Oleh karenanya, ucap Prof. Naomi Aiba, makan siang di sekolah harus diterapkan secara fun dalam mata pelajaran dan bukan bermain dengan berbagai variasi dan bentuk makanan, diselingi kegiatan, menari, serta mendengarkan lagu.
“Dengan pengalaman yang menyenangkan saat makan bersama di sekolah, anak-anak akan terdorong untuk mencoba makanan yang sebelumnya tidak disukai, termasuk sayur-sayuran,” ungkap profesor yang juga peneliti Massachusetts Institute Technology tersebut.
Melalui shokuiku, anak-anak diajarkan untuk memahami asal-usul makanan, kebiasaan makan yang baik, hingga contoh-contoh makanan bergizi yang dapat dikonsumsi.
Salah satunya dengan pola mengunyah makanan. Dalam presentasinya, Prof. Naomi Aiba menjelaskan mengunyah makanan dengan baik yaitu 30 kali dalam satu gigitan makanan dapat membantu mengurangi obesitas.
Tidak hanya itu, mengunyah makanan dengan baik dapat menstimulus pergerakan mulut agar di masa tua nanti kemampuan mengunyahnya tidak berkurang drastis.
“Mengunyah makanan dengan baik tidak hanya membuat makanan lebih lezat, tetapi lebih aman untuk ditelan. Karena itu selama makan siang di sekolah kami ajarkan hal ini sehingga mereka bisa makan dengan aman,” tuturnya.
AYO BERUBAH MENUJU ERA BARU
